BISNISNEWS.COM – Mantan Menteri Perdagangan, Muhammad Lutfi menanggapi peredaran Film Kontroversial ‘Dirty Vote’ yang beredar di masa tenang menjelang Pemilu 2024.
Lutfi mengingatkan publik agar berhati-hati terhadap mereka yang mengklaim diri sebagai aktivis namun sebenarnya mendukung calon presiden tertentu.
“Kita harus cermat membedakan antara edukasi dengan propaganda politik,” ujarnya.
“Berhati-hatilah dengan yang mengklaim sebagai aktivis namun sejatinya pendukung capres lain,” pungkasnya.
Baca Juga:
Sekitar 16 Pengusaha Pertambangan Bentuk Konsorsium untuk Investasi di di Ibu Kota Nusantara
Gibran Rakabuming Raka Muncul di Monas, Sambut Langsung Kedatangan Jokowi beserta Ibu Iriana Jokowi
Film “Dirty Vote” memang telah menjadi topik hangat di kalangan masyarakat, mengundang dukungan sekaligus kritik.
Apakah ini merupakan bentuk pengawasan demokrasi atau strategi kampanye, publik diundang untuk menilai sendiri berdasarkan fakta dan konteks yang ada.
Baca artikel lainnya di sini : Film ‘Dirty Vote’ Viral di Media Sosial, 3 Pakar Hukum Arifin Mochtar, Feri Amsari, Bivitri Susanti Jadi Sorotan
Litfi juga mengajukan pertanyaan kritis terhadap isi dan tujuan film karya Dandhy Laksono, yang telah menarik perhatian publik dan memicu reaksi beragam.
Baca Juga:
Usai Difitnah Selingkuh, Penyanyi Cantik Mahalini Raharja. Akhirnya Buka Suara Tentang Perasaannya
Lutfi mempertanyakan niat di balik pembuatan film yang kini sudah ditonton hingga lebih dari 3,1 juta penonton tersebut.
Lihat juga konten video, di sini: Bersama Prabowo dan Ratusan Ribu Warga di Sidoarjo, Jawa Timur, Gus Miftah Pimpin Sholawat
Hal ini menunjuk pada pola yang telah ditempuh Dandhy Laksono dalam karya-karyanya yang sebelumnya juga mengkritik kebijakan pemerintah.
“Dandhy Laksono, dengan film-film seperti ‘Rayuan Pulau Palsu’ dan ‘Sexy Killer’, tampak memiliki agenda terselubung,” ungkap Lutfi dalam akun Instagram @m.lutfi, Senin (12/2/2024).
Baca Juga:
Pertumbuhan Ekonomi Tiongkok dan India Terbesar, Ekonomi Asia Pasifik 2024 Tumbuh Sebesar 5 Persen
KPK Geledah Rumah Milik Mantan Gubernur Kalimantan Timur Awang Faroek Ishak
Menurut Lutfi, film tersebut tidak hanya menyerang kebijakan reklamasi atau mengkritik Presiden Jokowi.
Tapi juga mencoba memanfaatkan momen politik seperti kasus 212 untuk tujuan tertentu.
“Bukannya memberikan kritik yang membangun, Dandhy malah menyebarkan opini yang dipaksakan,” kata Lutfi.
Lebih lanjut, Lutfi mengkritik “Dirty Vote” sebagai kampanye terselubung.
Tujuannya untuk mendiskreditkan salah satu calon presiden, bukan sebagai sebuah karya dokumenter yang objektif.
“Ini lebih mirip propaganda untuk menjelekkan nama presiden kita daripada pendidikan publik,” tegasnya.***
Artikel di atas juga sudah dìterbitkan di portal berita nasional Poinnews.com
Sempatkan juga untuk membaca artikel menarik lainnya, di portal berita Kilasnews.com dan Infotelko.com