Oleh: Achmad Nur Hidayat MPP, Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute
HALLOKALTIM.COM – Penunjukan Satgas Percepatan Investasi IKN kepada Luhut Binsari Pandjaitan adalah indikasi kuat telah terjadi stagnansi dan kelesuan dalam pembiayaan Ibu Kota Nusantara.
Stagnan tersebut karena ketiadaan investor yang mau terlibat di IKN. Yang ada saat ini sesungguhnya bukan investor yang diharapkan namun mereka adalah para pengembang properti atau property developers bukan investors.
Para pengembang properti tersebut bermodal cekak dan hanya niat membangun kawasan IKN karena kepastian pemerintah akan menyewa properti mereka dan mereka mendapatkan manfaat lain berupa kantor-kantor pemerintahaan yang di DKI mereka sewakan.
Pengembang Properti jenis ini hanya menjadi beban APBN pemerintah padahal pemerintah butuh beban tersebut dialihkan ke investor besar sehingga ruang gerak fiskal dimasa depan tetap aman.
Kemampuan Badan Otorita IKN ternyata terbatas hanya mengumpulkan para pengembang properti ansich bukan para investor kelas kakap seperti investor sekelas Softbank asal Jepang.
Alasan ini lah yang menjadi reason utama kenapa pembentukan satgas Percepatan Investasi IKN yang dipimpin LBP penting dan mendesak.
Bila hanya mengandalkan para pengembang properti existing jaringan badan otorita IKN maka diprediksi APBN 5 tahun ke depan menjadi bobol.
Negara terancam lumpuh karena ruang fiskal APBN tersedot kepada skema sewa-menyewa (lease) kepada para pengembang properti itu saja.
Pengembang Lokal Lebih Berminat?
Tercatat ada 5 pengembang property yang sedang berjalan di IKN diantaranya adalah PT Ciputra Development Tbk. (CTRA), PT Pakuwon Jati, PT Intiland Develompment, PT Perintis Triniti Properti dan PT Agung Podomoro Land.
Modal mereka tidak memadai sehingga resiko APBN dari proyek IKN tersebut sangat besar.
Penunjukan LBP sebagai Satgas Percepatan Investasi IKN diharapkan dapat membawa investor luar negeri masuk ke IKN.
Tujuan tersebut diprediksi akan gagal karena investor LN tidak tertarik dengan skema IKN disamping ada ancaman resesi global dan resiko geopolitik yang semakin membesar.
Kegagalan utama satgas tersebut adalah disebabkan pada 2023-2024 adalah tahun politik di Indonesia.
Dimana investor kakap asal LN tidak mau mengambil resiko akan potensi adanya perubahan politik.
Meskipun istana berupaya agar tidak terjadi perubahan arah kebijakan 2024-2029 dengan menempatkan All President Men sebagai kandidat Presiden.
Namun munculnya koalisi perubahan (NASDEM, PKS dan Demokrat) membuat hitung-hitung investor tersebut lebih baik memilih wait and see daripada berinvestasi besar namun berujung merugi.
Rekomendasi
Daripada membentuk satgas Percepatan Investasi IKN yang diprediksi potensi gagalnya lebih besar.
Sebaiknya maksimalkan saja fungsi Badan Otorita IKN yang sudah ada.
Toh mereka sudah terbentuk dan mereka yang mengendalikan infrastruktur dasar yang dibiayai APBN.
Badan Otorita juga sudah melakukan finalisasi skema dengan pengembang properti yang ada.
Hanya saja skema tersebut belum menjamin resiko APBN aman.
Untuk menghindari resiko fiskal ke APBN di masa depan, sebaiknya skema burden-sharing ke pengembang properti diperkuat saja.
Pengembang properti jangan jor-joran dikasih insentif fiskal, tax holiday dan insentif pajak pph hal ini menyebabkan resiko APBN semakin tidak aman.
Bila ternyata terjadi perubahan kepemimpinan 2024-2029, APBN Indonesia aman karena resiko sepenuhnya ada dipundak para pengembang properti tersebut.
Toh, mereka juga kan yang menginisasi awal pembentukan IKN.***